Jumat, 25 Desember 2015

Kopitan inplementasi  kopi original Otentic yg  merupakan varietas kopi arabika yg menjadi salah satu komoditi unggulan yg berasal dari Coffee dataran tinggi Gayo, Sumatra Indonesia, Kopi dataran tinggi Gayo telah menerima sertifikat IG (indikasi geografis) diserahkan Menteri Hukum dan Ham Indonesia,

KopiTan kami kemas dalam bentuk Ground coffee (bubuk), Diolah dari biji kopi pilihan kemudian di roasting secara tradisional sehingga masih original authentic. Dan setelah itu dikemas dengan aluminium foil supaya terjaga kwalitasnya.
Kopi Tan kami promosikan dalam 3 kemasan produk non luwak, yaitu: Arabika, Longberry, Peaberry
Latar belakang

Perkebunan kopi yang telah berkembang sejak 1908 ini tumbuh subur di kawasan Aceh tengah hingga Takengon, berada di ketinggian 1200 m diatas permukaan laut merupakan salah satu perkebunan kopi terluas di Indonesia,  Produksi kopi yg dihasilkan dari tanah gayo merupakan terbesar di Asia.
Kehadiran kekuasaaan Belanda di tanah Gayo tahun 1904 ikut andil dalam perkembangan kopi di Gayo dijadikan onder afdeeling norkdkus Atjeh , sehinnga membuka penghidupan baru berupa perkebunan kopi bagi masyarakat Gayo.

Walaupun masyarakat Eropa dan Amerika telah mengenalnya, kami berkeinginan  kembali mengangkat derajat kopi gayo kembali menjadi kopi nomor 1 Indonesia yang dicintai dunia dengan diberi label kopi tan. Bahwa kopi dataran tinggi Gayo adalah salah satu produk original kebanggan Indonesia.

Cita rasa

Kopi dari dataran tinggi gayo telah dikenal dunia karena memiliki citarasa yang khas, dengan ciri utama aroma perisa yang kompleks dan kekentalan yang kuat. International conference on coffe sicience, Bali oktober 2010 menominasikan kopi dataran tinggi Gayo sebagai the best no.1 dibandingkan kopi arabika yang berasal dari daerah lain.

Pasar international 
Kopi gayo terkenal didunia karena memiliki aroma khas dan jika dicupping mewakili cita rasa kopi diseluruh dunia. Meski terjadi krisis di Eropa tidak mengurangi permintaan kopi gayo di pasar dunia, kopi daerah gayo merupakan kopi termahal dunia terbukti saat diselenggarakan pameran SCAA (Specialty coffe association of America di Portland, Oregon convention ceter, Amerika Serikat, Daerah tujuan terbesar ekspor kopi asal tanah tinggi gayo meliputi Amerika serikat dan Eropa.


2.  Daftar Harga Kopi Tan 
Adapun daftar Harga yang kami tawarkan sebagai berikut;
1.     Kopi Tan Arabika Gound Coffe
  1. 1 kg    = Rp.230.000,-
  1. 1/2kg = Rp. 120.000,-
  1. 1/4kg =  Rp. 60.000,-



2.     Kopi Tan Peaberry Gound Coffe
  1. 1 kg    = Rp. 310.000,-
  1. 1/2kg = Rp. 160.000,-.
  1. 1/4kg = Rp. 80.000,-



3.     Kopi Tan Longberry Gound Coffe
  1. 1 kg    = Rp. 350.000,-
  1. 1/2kg = Rp. 180.000,-
  1. 1/4kg = Rp. 90.000,-














Kamis, 24 Desember 2015

Kopitan inplementasi  kopi original Otentic yg  merupakan varietas kopi arabika yg menjadi salah satu komoditi unggulan yg berasal dari Coffee dataran tinggi Gayo, Sumatra Indonesia, Kopi dataran tinggi Gayo telah menerima sertifikat IG (indikasi geografis) diserahkan Menteri Hukum dan Ham Indonesia,

KopiTan kami kemas dalam bentuk Ground coffee (bubuk), Diolah dari biji kopi pilihan kemudian di roasting secara tradisional sehingga masih original authentic. Dan setelah itu dikemas dengan aluminium foil supaya terjaga kwalitasnya.
Kopi Tan kami promosikan dalam 3 kemasan produk non luwak, yaitu: Arabika, Longberry, Peaberry
Latar belakang
Perkebunan kopi yang telah berkembang sejak 1908 ini tumbuh subur di kawasan Aceh tengah hingga Takengon, berada di ketinggian 1200 m diatas permukaan laut merupakan salah satu perkebunan kopi terluas di Indonesia,  Produksi kopi yg dihasilkan dari tanah gayo merupakan terbesar di Asia.
Kehadiran kekuasaaan Belanda di tanah Gayo tahun 1904 ikut andil dalam perkembangan kopi di Gayo dijadikan onder afdeeling norkdkus Atjeh , sehinnga membuka penghidupan baru berupa perkebunan kopi bagi masyarakat Gayo.

Walaupun masyarakat Eropa dan Amerika telah mengenalnya, kami berkeinginan  kembali mengangkat derajat kopi gayo kembali menjadi kopi nomor 1 Indonesia yang dicintai dunia dengan diberi label kopi tan. Bahwa kopi dataran tinggi Gayo adalah salah satu produk original kebanggan Indonesia.

Cita rasa

Kopi dari dataran tinggi gayo telah dikenal dunia karena memiliki citarasa yang khas, dengan ciri utama aroma perisa yang kompleks dan kekentalan yang kuat. International conference on coffe sicience, Bali oktober 2010 menominasikan kopi dataran tinggi Gayo sebagai the best no.1 dibandingkan kopi arabika yang berasal dari daerah lain.

Pasar international 
Kopi gayo terkenal didunia karena memiliki aroma khas dan jika dicupping mewakili cita rasa kopi diseluruh dunia. Meski terjadi krisis di Eropa tidak mengurangi permintaan kopi gayo di pasar dunia, kopi daerah gayo merupakan kopi termahal dunia terbukti saat diselenggarakan pameran SCAA (Specialty coffe association of America di Portland, Oregon convention ceter, Amerika Serikat, Daerah tujuan terbesar ekspor kopi asal tanah tinggi gayo meliputi Amerika serikat dan Eropa.


2.  Daftar Harga Kopi Tan 
Adapun daftar Harga yang kami tawarkan sebagai berikut;
1.     Kopi Tan Arabika Gound Coffe
  1. 1 kg    = Rp.230.000,-
  1. 1/2kg = Rp. 120.000,-
  1. 1/4kg =  Rp. 60.000,-



2.     Kopi Tan Peaberry Gound Coffe
  1. 1 kg    = Rp. 310.000,-
  1. 1/2kg = Rp. 160.000,-.
  1. 1/4kg = Rp. 80.000,-



3.     Kopi Tan Longberry Gound Coffe
  1. 1 kg    = Rp. 350.000,-
  1. 1/2kg = Rp. 180.000,-
  1. 1/4kg = Rp. 90.000,-














Rabu, 23 Desember 2015

luwak



Kopi luwak
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Salah satu produk kopi luwak

Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun 1980-an. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram.


Sejarah
Asal mula Kopi Luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak.[1] Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, kopi luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial.

Gambar Kopi luwak asli
Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Dengan indera penciumannya yang peka, luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul matang optimal sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang masih dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak. Hal ini terjadi karena luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini, pada masa lalu hingga kini sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak. Aroma dan rasa kopi luwak memang terasa spesial dan sempurna di kalangan para penggemar dan penikmat kopi di seluruh dunia.
Kopi Luwak yang diberikan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono kepada PM Australia, Kevin Rudd, pada kunjungannya ke Australia di awal Maret 2010 menjadi perhatian pers Australia karena menurut Jawatan Karantina Australia tidak melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pers menjulukinya dung diplomacy. [2]
Daerah penghasil
Kontroversi

Luwak dalam sangkar
Suatu investigasi di Takengon, Aceh oleh PETA yang bekerja sama dengan BBC mengungkapkan tentang sebuah penangkaran yang berisi luwak yang ditangkap dari alam, dimasukkan ke dalam kandang kecil, dan hanya diberi makan biji kopi setiap harinya hanya untuk diambil kotorannya yang kemudian di. Tak hanya itu, luwak-luwak itu juga menjadi berperilaku tidak normal seperti terus bergerak mondar-mandir, berputar-putar, dan menggigit kerangkeng.[5]
Gerakan untuk memboikot kopi luwak pun bermunculan.[6] Bantahan mengenai hal tersebutpun bermunculan terutama dari kalangan produsen kopi luwak.[7]

Suku Gayo

Suku Gayo atau "urang gayo" adalah sebuah suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian tengah, Populasinya berjumlah kurang lebih 600.000 jiwa. Orang Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah (sekitar 30 - 45%) dan Gayo Lues (sekitar 50 - 70%) dan sebagian wilayah Aceh Tenggara dan 3 Kecamatan di Aceh Timur yaitu Serbejadi, Peunaron, dan Simpang Jernih. Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal taat dalam agamanya dan mereka menggunakan Bahasa Gayo dalam percakapan sehari-hari mereka.

Bahasa
Bahasa Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. Bahasa Gayo ini mempunyai keterkaitan dengan bahasa Suku Batak Karo di Sumatera Utara. Bahasa Gayo digunakan dan terkonsentrasi di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, sebagian wilayah Aceh Tenggara, dan Kecamatan Serba Jadi di Kabupaten Aceh Timur. Ketiga daerah ini merupakan wilayah inti Suku Gayo. Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut "Northwest Sumatra-Barrier Islands" dari rumpun bahasa Austronesia. Pengaruh dari luar yaitu bahasa di luar Bahasa Gayo turut mempengaruhi variasi dialek tersebut. Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge dan Gayo Lues. Hal tersebut disebabkan karena pengaruh bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur. Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang, sedikit banyak terdapat pengaruh Melayu karena lebih dekat ke Sumatera Utara. Kemudian, Gayo Lues lebih dipengaruhi oleh bahasa Alas dan bahasa Karo karena interaksi yang lebih banyak dengan kedua suku tersebut lebih-lebih komunitas Gayo yang ada di kabupaten Aceh Tenggara. Dialek pada suku Gayo, menurut M.J. Melalatoa, dialek Gayo Lut terdiri dari sub- dialek Gayo Lut dan Deret; sedangkan Bukit dan Cik merupakan sub-subdialek. Demikian pula dengan dialek Gayo Lues terdiri dari sub-dialek Gayo Lues dan Serbejadi. Sub-dialek Serbejadi sendiri meliputi sub-sub dialek Serbejadi dan Lukup (1981:53). Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah dialek bahasa Gayo sesuai dengan persebaran suku Gayo tadi (Gayo Lut, Deret, Gayo Lues, Lokop/Serbejadi dan Kalul). Namun demikian, dialek Gayo Lues, Gayo Lut, Gayo Lukup/Serbejadi dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat berdekatan. Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang disana dinamakan dialek Bukit dan Cik (1981:1). Dalam bahasa Gayo, (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda, untuk menunjukan tata krama, sopan santun dan rasa hormat. Pemakaian ko dan kam, yang keduanya berarti kamu (anda) Panggilan ko biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih tua kepada yang lebih muda. Kata kam sendiri lebih sopan dibandingkan dengan ko. Bahasa Gayo Lut dinilai lebih sopan dan halus dibandingkan dengan bahasa Gayo lainnya.
Marga
Walaupun sebagian besar masyarakat suku Gayo tidak mencantumkan nama marganya, tetapi sebagian kecil masih ada yang menabalkan atau mencantumkan nama marga-marganya, terutama yang bermukim di wilayah Bebesen.Sebenarnya marga itu hanya untuk mengetahui asal/Garis keturunan Individu itu sendiri, makanya di suku gayo marga tidak terlalu di pentingkan Berikut daftar marga-marga pada suku Gayo
  • Ariga
  • Cibero
  • Linge
  • Melala
  • Munte
  • Tebe
  • Alga
Sejarah
Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.
Raja Linge I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan Syah) dan Meurah Lingga (Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti Kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.[2]
Dinasti Lingga
  1. Adi Genali Raja Linge I di Gayo
    1. Raja Sebayak Lingga di Tanah Karo. Menjadi Raja Karo
    2. Raja Meurah Johan (pendiri Kesultanan Lamuri)
    3. Meurah Silu anak dari Meurah Sinabung (pendiri Kesultanan Samudera Pasai), dan
  2. Raja Linge II alias Marah Lingga di Gayo
  3. Raja Lingga III-XII di Gayo
  4. Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh. Pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau (Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.
Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Pada era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya dua era
  1. Raja Sendi Sibayak Lingga (pilihan Belanda)
  2. Raja Kalilong Sibayak Lingga
Kehidupan sosial

Rumah Adat Gayo Pitu Ruang
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan rayat (rakyat).
Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan). Anggota-anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).
Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klan). Pada masa sekarang banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan mata pencaharian bertani di sawah dan beternak, dengan adat istiadat mata pencaharian yang rumit.
Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kini mata pencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman Kopi Gayo. Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas.
Seni Budaya

Kubur tradisional orang Gayo
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, Sebuku /Pepongoten (seni meratap dalam bentuk prosa), guru didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat).
Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.
Seni dan Tarian






Makanan Khas
  • Masam Jaeng
  • Gutel
  • Lepat
  • Pulut Bekuah
  • Cecah
  • Pengat
  • Gegaloh
  • Danau Laut Tawar, Takengon (Aceh Tengah)